Hari itu di Parasanganna Parenggi…

Empat puluh persen dari 1,5 juta jiwa penduduk Makassar bermukim di pesisir. Mari memasuki kehidupan pesisir lebih intim dengan penghuni Parasanganna Parenggi (Kampung Nelayan) di Jalan Galangan Kapal dan kawasan tanah tumbuh di Kecamatan Mariso, Makassar.

Seorang anak yang bermukim di sekitar kawasan tanah tumbuh Kecamatan Mariso, Makassar. (foto: Iqbal Lubis)

Seorang anak yang bermukim di sekitar kawasan tanah tumbuh di Kecamatan Mariso, Makassar. (foto: Iqbal Lubis)

Hari itu, puluhan keluarga bergotong royong memindahkan sebuah rumah kayu berukuran 8 × 4 meter, menggunakan bantuan drum sebagai pelampung tersebut kemudian didorong menuju titik yang telah ditentukan.

Sejumlah warga memindahkan rumah di tengah laut di kampung nelayan, Galangan Kapal, Makassar, Kamis (12/1). (iqbal Lubis)

Sejumlah warga memindahkan rumah di tengah laut di kampung nelayan, Galangan Kapal, Makassar, Kamis (12/1). (Foto: Iqbal Lubis)

“Gotong royong ini merupakan tradisi kami di kampung ini setiap ada rumah warga yang akan dipindahkan,” kata Bahar (50), seorang nelayan yang mengkoordinir pemindahan rumah tersebut. Sebanyak 8 rumah dalam 2 hari dipindahkan karena adanya rencana pembangunan jalan di kawasan pantai tersebut.

Ratusan rumpun keluarga mendirikan rumah di bibir pantai Parasanganna Parenggi. Namun, karena reklamasi pantai mereka sewaktu-waktu bisa tergusur. Hampir semuanya bertahan hidup dengan menjadi nelayan. Laut menjadi ruang bermain anak-anak mereka.

Anak-anak bermain di kawasan pembangunan galangan, kapal Makassar, Minggu Maret lalu. (Foto: Iqbal Lubis)

Anak-anak bermain di kawasan pembangunan galangan, kapal Makassar, Minggu Maret lalu. (Foto: Iqbal Lubis)

Bermain di pesisir. (Foto: Iqbal Lubis)

Bermain di laut. (Foto: Iqbal Lubis)

Sementara di pantai bagian barat Makassar, terdapat 20 kepala keluarga menghuni lokasi tanah tumbuh di Jalan Tanjung Bunga. Rumah mereka yang beralaskan tripleks bekas membentuk dua baris. Ada bocah berlarian dan bermain di pantai. Obrolan para ibu rumah tangga sore itu pun tak terlepas dari keresahan dan ketakutan mereka saat membayangkan tempat tinggal mereka yang sebentar lagi akan hilang, digantikan pondasi-pondasi bangunan.

Keterbatasan ekonomi memaksa mereka menduduki lokasi tersebut selama hampir 15 tahun. Sebagian besarnya merupakan warga pendatang dari daerah seperti Takalar dan Jeneponto. Untuk makan dan keperluan sehari-hari mereka mengharapkan dari hasil mereka melaut. Belum lagi kurangnya air bersih bagi warga pesisir pantai di Kecamatan Mariso sangatlah minim.

Warga kawasan tanah tumbuh Kecamatan Mariso mengambil air, Makassar. (Foto: Iqbal Lubis)

Warga kawasan tanah tumbuh Kecamatan Mariso mengambil air, Makassar. (Foto: Iqbal Lubis)

Deretan rumah di kawasan pesisir Losari yang terancam pembangunan kota. (Foto: Iqbal Lubis

Deretan rumah di kawasan pesisir Losari yang terancam pembangunan kota. (Foto: Iqbal Lubis)

Perahu yang bersandar di tanah tumbuh, Mariso. (Foto: Iqbal Lubis)

Perahu yang bersandar di tanah tumbuh, Mariso. (Foto: Iqbal Lubis)

Investasi di Makassar terus menggeliat. Sejumlah hotel dan tempat pertemuan dibangun. Investasi di ibukota provinsi Sulsel ini banyak dipusatkan di kawasan Losari dan Tanjung Bunga Makassar. Sejumlah proyek yang sementara jalan antara lain pembangunan megaproyek di kawasan Centre Point of Indonesia (CPI), pembangunan Grand Rindra Hotel di sekitar Celebes Convention Centre (CCC), dan beberapa proyek lainnya.

(Iqbal Lubis, @iqbalmeta, pewarta foto)

Bagikan Tulisan Ini:

Makassar Nol Kilometer (176 Posts)

Sebuah ruang termpat berkumpulnya warga kota Makassar mencatat dan bercerita tentang dinamika kota dari kaca mata warga. Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi warga untuk berkontribusi di laman ini.


Tinggalkan Komentar